Senin, 24 September 2012

Asal Mula Nama Indonesia

Refleksi ini kita awali dengan mengenang kembali nama Indonesia yang mungkin belum dikenal secara luas di tengah masyarakat bangsa Indonesia sendiri. Dalam tahun 1850, George Samuel Windsor Earl (1813-1865) berpendapat bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas, sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam bahasa Yunani berarti pulau). Earl sendiri memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives (Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini.

James Richardson Logan (1819-1869) juga menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah “Indian Archipelago” terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia yang tidak dipilih oleh Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah nama Indonesia. Ketika mengusulkan nama Indonesia agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama Indonesia dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Adolf Bastian (1826-1905), guru besar etnologi Universitas Berlin, tahun 1884 menerbitkan buku ”Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel” sebanyak lima volume, memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke ”Indonesia” pada tahun 1864-1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan nama Indonesia di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa nama Indonesia itu ciptaan Bastian. Padahal Bastian mengambil nama Indonesia dari tulisan-tulisan Logan.
Orang Indonesia yang mula-mula menggunakan nama Indonesia adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara), ketika diasingkan ke negeri Belanda. Pada tahun 1913 mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau. Istilah indonesisch juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia) oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, istilah inlander sebagai sebutan orang pribumi secara bertahap diganti dengan indonesiƫr (orang Indonesia).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar